Home > BAB 2 DATA & ANALISA
BAB 2
DATA
& ANALISA
2. 1 Sumber Data
Data dan literatur Tugas Akhir ini, didapat penulis dari berbagai sumber seperti Tinjauan Pustaka (media internet maupun cetak), kunjungan ke Bank Indonesia, wawancara narasumber. Data yang diperoleh oleh penulis ini nantinya akan dituangkan kedalam karya Animasi Edukasi 2D yang berisikan tentang perlakuan terhadap uang.
2. 1. 1 Literatur Buku
Penulis mengacu kepada buku-buku yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, guna untuk mengetahui secara rinci tentang uang yang seharusnya beredar di masyarakat. Selain buku-buku yang di terbitkan dari Bank Indonesia, penulis juga menggunakan literatur buku lain sebagai data-data umum.
2. 1. 2 Wawancara Narasumber
Agar
mendapatkan informasi yang lebih akurat, penulis melakukan beberapa
wawancara dengan narasumber dari Bank Indonesia, Bapak Eko Yulianto
selaku Kepala Grup Kebijakan Pengelolaan Uang untuk mengetahui berapa
lama usia edar uang yang seharusnya beredar di lingkup masyarakat dan
alasan-alasan mengapa perlunya melakukan uang dengan baik. Bapak Ery
Setiawan selaku Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan Pengedaran
Uang untuk mengetahui hukum yang berlaku jika melakukan perusakan terhadap
uang dan bahan-bahan yang digunakan. Ibu Wijayanti Yuwono selaku Deputi
Direktur Divisi Pengelolaan Data dan Penanggulangan Pemalsuan Uang untuk
mengetahui penyebab dari uang lusuh dan akibat jika tidak memperlakukan
uang dengan baik.
2. 2 Data Umum
2.2.1 Pengertian Uang
Beberapa definisi/pengertian uang oleh ahli ekonomi :
Dari definisi di atas dapat disimpulkan mengenai pengertian uang, yaitu alat yang digunakan agar mempermudah transaksi ekonomi (money was made to facility business transaction), yang secara umum dapat diterima di dalam bentuk pembelian barang-barang atau jasa-jasa serta untuk pembayaran utang.
sumber
: Pengertian Uang diakses pada tanggal 23 Juli 2013
http://ssbelajar.blogspot.com/2013/03/pengertian-uang.html
2.2.2 Sejarah Uang
Pada tahun 9000-6000 SM, sebelum manusia mengenal uang sebagai alat jual-beli, manusia menerapkan sistem Barter. Barter ialah dimana menukarkan barang yang kita miliki dengan barang yang orang lain miliki. Biasanya, hewan ternak dijadikan tolak ukur sebagai nilai penukaran, pada masa itu. Namun, setelah berganti menjadi Masa Bercocok Tanam, hasil kebun dan tanaman yang menjadi tolak ukur nilai penukaran.
Pada tahun 1200 SM, di Cina mulai menggunakan Kerang sebagai alat jual-beli. Kerang merupakan alat pertama yang digunakan sebagai uang, bahkan digunakan sampai abad pertengahan.
Lalu ditahun 1000 SM, di Zaman Batu, mulai dibuat kerang tiruan, yang diperkirakan sebagai awal mula perkembangan uang logam, dengan ditambahkan alat-alat yang terbuat dari bahan baku metal seperti pedang dan pisau sebagai uang. Dari teknik inilah, lalu berkembang menjadi koin yang kita gunakan sekarang ini. Koin kuno Cina ini biasanya dibuat dengan lubang ditengahnya sehingga, mudah untuk diikat dan disatukan dengan koin yang lain.
Sekitar tahun 500 SM, menggunakan lempengan perak sebagai koin atau uang logam yang pertama. Seberjalannya waktu, manusia pada masa itu mulai menggunakan gambar Dewa-dewa atau para raja untuk menunjukkan besar nilai uang. Koin ini pertama di temukan di Lydia (atau sekarang Turki), namun teknik ini digunakan terus-menerus dan berkembang pada masa Kekaisaran Yunani, Persia, Masedonia, dan Romawi. Tidak seperti koin Cina yang hanya menggunakan logam dasar, koin-koin baru ini mulai dimodifikasi menggunakan campuran logam seperti perunggu, emas, perak yang mana meningkatkan nilai tukar.
Di tahun 118 SM, di Cina mulai menggunakan kulit Kijang putih sebagai uang kertas untuk ditukarkan dengan bahan baku. Pada masa ini merupakan awal mula dari uang kertas.
Dari abad ke 9 sampai abad ke 15, di Cina mulai menggunakan bahan baku kertas sebagai uang, dan ini merupakan pertama kalinya uang kertas diciptakan. Sayangnya, di tahun 1455 karena uang kertas ini menyebabkan inflasi, Cina memberhentikan penggunaan uang kertas. Di Eropa belom menggunakan uang kertas dalam jangka waktu yang sangat lama.
Di tahun 1500, masyarakat Indian di Amerika Utara menggunakan Potlach, istilah yang digunakan untuk pertukaran hadiah pada perjamuan, tarian, dan berbagai ritual. Pada tahun 1535, masyarakat Indian ini mulai menggunakan seikat manik-manik yang terbuat dari kerang, yang disebut Wampum, sebagai uang.
Inggris menggunakan emas sebagai tolak ukur sebuah harga, di tahun 1816, yang berarti nilai uang di patok dengan sejumlah ons emas. Sedangkan di Amerika Serikat, menggunakan emas sebagai standard di tahun 1900. Pada tahun 1930, Amerika Serikat mengalami Depresi hebat, sehingga tidak lagi menggunakan emas sebagai standard harga, dan sampai sekarang pemerintahan dan institusi keuangan lainnya masih mangupayakan agar tidak terjadi inflasi.
Sampai sekarang kita menggunakan uang logam dan uang kertas. Kita sudah bisa memprediksi, uang yang dipakai di masa depan, dimana sekarang sudah mulai banyak menggunakan Electronic money (E-Money) sebagai alat transaksi.
Sumber : The History of Money diakses pada tanggal 23 Juli 2013
http://www.pbs.org/wgbh/nova/moolah/history.html
2.2.3 Sejarah Uang Kertas di Indonesia
Kata Rupiah berasal dari kata Rupee, mata uang India. Indonesia menggunakan mata uang Gulden Belanda dari tahun 1610 hingga 1817, setelah tahun 1817 dikenalkan mata uang Gulden Hindia Belanda.
Mata uang Rupiah resmi diperkenalkan pertama kali pada zaman pendudukan Jepang sewaktu masa Perang Dunia II dengan nama Rupiah Hindia Belanda. Setelah PD II berakhir, Bank Java (Javaans Bank, yang sekarang menjadi Bank Indonesia) memperkenalkan mata uang Rupiah Jawa sebagai pengganti. Mata uang gulden NICA yang dibuat oleh Sekutu dan beberapa mata uang juga berlaku pada masa itu.
Keadaan ekonomi Indonesia pada awal kemerdekaan mengalami hiperinflasi karena peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah RI belum memiliki mata uang. Tiga mata uang yang dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Oktober 1945 oleh pemerintah RI, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank. Diantara ketiga mata uang ini, yang nilai tukar mengalami penurunan tajam ialah mata uang Jepang, sehingga menjadi sumber hiperinflasi.
Kekacauan ekonomi ini diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies), Letjen Sir Montagu Stopford, yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki AFNEI. Pemerintah RI menentang keras dikarenakan perintah tersebut akan mengacaukan perekonomian Indonesia, sehingga dapat menyebabkan krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah RI, namun protesnya tidak ditanggapi oleh AFNEI.
Karena tidak di tanggapi, maka pemerintah RI mengeluarkan kebijakan yang melarang rakyat menggunakan seluruh mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting, karena NICA, peredaran mata uangnya diluar kendali pemerintah RI.
AFNEI tetap tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946, pemerintah RI memberlakukan mata uang baru, ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank, sudah tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang, yaitu NICA dan ORI, dan masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI.
Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda, ditetapkan kemudian DJB (De Javasche Bank) sebagai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus bertahan hingga masa kembalinya Republik Indonesia dalam negara kesatuan. Berikutnya sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, Republik Indonesia menasionalisasi bank sentralnya. Maka sejak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik Indonesia.
Krisis ekonomi Asia tahun 1998 menyebabkan nilai tukar mata uang rupiah jatuh hingga 35% dan dengan melemahnya mata uang rupiah keadaan perekonomian di Indonesia menjadi menurun pada saat itu dan beberapa tahun kedepan.
sumber : Sejarah/Biografi Mata Uang Rupiah diakses pada tanggal 23 Juli 2013
http://info-biografi.blogspot.com/2012/09/sejarahbiografi-mata-uang-rupiah.html
2.3 Data Uang
2.3.1 Syarat-syarat Uang
Alat pertukaran yang dapat disebut sebagai uang, harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut.
sumber
: Pengertian Uang paragraf ke 3, diakses pada tanggal 23 Juli 2013
http://ssbelajar.blogspot.com/2013/03/pengertian-uang.html
2.3.2
Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang
Menimbang
: a. bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka
dang berdaulat memiliki mata uang sebagai salah satu simbol kedaulatan
negara yang harus dihormati dan
dibanggakan oleh seluruh warga Negara Indonesia
Bab IV
PENGELOLAAN RUPIAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal
11
Bab VII
LARANGAN
Pasal 25
Pasal 35
Dengan
adanya pernyataan yang tercantum dalam undang-undang tersebut, sudah
seharusnya masyarakat di Indonesia memiliki kesadaran untuk memperlakukan
uang dengan sebagaimana semestinya. Namun kesadaran ini tidak dapat
tumbuh begitu saja jika masyarakat sendiri belum mengerti kegunaannya,
dan keuntungannya bagi masyarakat itu sendiri.
2.4 Analisa Data Uang
2. 4. 1 Bank Indonesia (BI)
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Pasal 11 yang memberikan mandat bagi Bank Indonesia menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan Pengeluaran, Pengedaran, dan/atau Pencabutan dan Penarikan Rupiah.
Amanat dari Undang-Undang tersebut dijabarkan dalam misi BI yaitu memenuhi kebutuhan uang di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi yang layak. Untuk menunjang misi tersebut, BI melakukan beberapa proses dalam pengelolaan Rupiah yang terdiri dari perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pencabutan dan penarikan, serta pemusnahan Rupiah.
Sejalan dengan itu, BI juga berupaya untuk menjaga kualitas uang yang beredar dalam kondisi layak sehingga akan mempermudah masyarakat mengenali ciri-ciri keaslian dan terhindar dari ancaman peredaran uang palsu. Kebijakan BI ini disebut Clean Money Policy. Namun dalam meningkatkan mutu dan kualitas Rupiah, selain kualitas dari bahan uang dan teknologi percetakannya, faktor yang juga mempengaruhi kelayakan edar uang ialah perilaku masyarakat dalam menggunakan uang.
Dengan ini BI menghimbau masyarakat agar lebih peduli dalam memperlakukan uang yaitu dengan tidak melipat, mencoret-coret, merobek, membasahi dan perilaku lainnya yang bersifat merusak atau dapat mengurangi usia edar uang. Disamping itu proses pembuatan uang tidaklah sederhana. Diperlukan biaya yang cukup banyak kurang lebih sekita 2.5 trilliun Rupiah pertahunnya . Biaya ini merupakan pengeluaran kedua terbesar setelah biaya pengelolaan moneter.
Jika
masyarakat tidak mengubah perilakunya dalam memperlakukan uang, maka
uang menjadi tidak awet dan usia edar nya pun semakin pendek. Biaya
yang dikeluarkan pun bertambah. Padahal biaya yang digunakan bisa saja
untuk keperluan negara lainnya seperti pendidikan, kesehatan, perbaikan
jalan, atau fasilitas umum lainnya.
2.4.2 Clean Money Policy
Merupakan sebuah kebijakan yang dikeluarkan BI, yaitu mengedarkan uang dalam masyarakat dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai dan kondisi yang layak edar.
Dengan
adanya kebijakan ini, BI menyarankan agar masyarakat menukarkan uang
tidak layak edar, ke BI atau bank-bank setempat, yang nantinya akan
diganti dengan uang yang layak edar. Semua
ini bertujuan, agar uang yang beredar di masyarakat dapat memenuhi standar
kualitas uang, dengan begitu masyarakat mudah mengenali keaslian Rupiah
dan dapat lebih waspada dengan adanya peredaran uang palsu. Disamping
itu, uang yang bersih atau uang yang layak edar cenderung lebih nyaman
untuk digunakan masyarakat
dibandingkan uang lusuh, dalam menyangkut faktor kebersihan.
2.4.3 Standar Kualitas Uang
Penentuan kualitas uang diseleksi dengan menggunakan Mesin Sortasi Uang Kertas (MSUK). Uang yang masuk atau diterima BI akan disaring dan dimasukan ke dalam MSUK, dan diukur tingkat kelusuhannya (soil level). Acuan tingkat pengukuran MSUK mempunyai nilai yang berbeda-beda, tergantung pada merek nya, namun pada umumnya, tiap MSUK terdapat 15 tingkatan. Tingkat 7 sampai 15 dinyatakam uamg uang tidak layak edar, dan tingkat 1- 6 batasan uang yang layak edar. (Buku Panduan Ciri-ciri Keaslian dan standar Kualitas Rupiah 2010:34)
MSUK
bekerja dengan mengitung kadar tanah yang terkandung dalam uang, kadar
tanah ini bisa berupa keringat atau kotoran yang terdapat pada setiap
tangan, pada dasarnya MSUK menghitung seberapa lama uang tersebut sudah
berpindah tangan.
2.4.3.1 Uang Layak Edar
Uang
Layak Edar (ULE) merupakan uang asli yang memenuhi persyaratan untuk
diedarkan berdasarkan standar kualitas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Berikut ini merupakan Standar Kualitas Uang, sebagai tolak ukur agar,
masyarakat dapat menentukan apakah uangnya masih layak edar atau tidak.
2.4.3.1.1 Uang Kertas
Uang kertas yang dapat diedarkan kembali adalah uang yang memenuhi kriteria layak edar sebagaimana yang dijelaskan dalam dibawah ini:
Table
1 Kriteria Kualitas Uang Layak Edar pada Uang Kertas
Kriteria Kualitas Uang Layak Edar | ||
No. | Kriteria | Standar Kualitas |
1 | Lubang | Max. 10 mm2 |
2 | Sobek | Max. 8 mm |
3 | Sebagian hilang | Max. 50 mm2 |
4 | Selotip | Max. 225 mm2 |
5 | Perubahan ukuran uang | Max. 8 % |
6 | Unsur pengaman hilang | Tidak ada unsur pengaman yang hilang |
7 | Noda dan Coretan | Tidak ada noda, coretan dan stempel |
8 | Lusuh | Gambar di bawah |
9 | Uang disambung | Tidak terdapat bagian-bagian uang yang disambung menjadi satu dengan menggunakan perekat atau lem. |
Sumber : Buku Panduan Ciri-ciri Keaslian dan Standar Kualitas Uang Rupiah
Jika
uang tidak dapat memenuhi salah satu kriteria dan standar tersebut,
maka dikategorikan Uang Tidak Layak Edar.
2.4.3.1.2 Uang Logam
Adapun uang logam yang dapat diedarkan kembali adalah uang logam yang memenuhi kriteria :
Table 2 Kriteria Uang Layak Edar pada Uang Logam
Krtiteria Uang Layak Edar Pada Logam | |
No. | Kriteria |
1 | Tidak berubah warna |
2 | Tidak berlubang |
3 | Tidak hilang sebagian |
4 | Tidak terpotong |
5 | Tidak bengkok/lekuk |
Sumber
: Buku Panduan Ciri-ciri Keaslian dan Standar Kualitas Uang Rupiah
Jika
uang tidak dapat memenuhi salah satu kriteria dan standar tersebut,
maka dikategorikan Uang Tidak Layak Edar.
2.4.3.2 Uang Tidak Layak Edar
Uang
Tidak Layak Edar (UTLE) merupakan uang asli yang tidak memenuhi persyaratan
untuk diedarkan berdasarkan standar kualitas yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, yaitu uang lusuh, uang cacat, uang rusak dan uang yang telah
dicabut atau ditarik dari peredaran. Uang Tidak Layak Edar terdiri dari
:
Masyarakat dapat menukarkan Uang Tidak Layak Edar ke kantor
Bank
Indonesia
di wilayah setempat, bank yang beroperasi di Indonesia, atau pihak lain
yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Table
3 Ketentuan Penukaran Uang Tidak Layak Edar
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber
: Buku Panduan Ciri-ciri Keaslian dan Standar Kualitas Uang Rupiah
Gambar 1 Kategori Rupiah Logam Tidak Layak Edar
Sumber : Buku Panduan Uang Rupiah - BI
Gambar 2 Ilustrasi Rupiah Layak Edar dan Tidak Layak Edar Rp 100.000
Sumber
: Buku Panduan Uang Rupiah - BI
Gambar 4 Ilustrasi Rupiah Layak Edar dan Tidak Layak Edar Rp 20.000
Sumber
: Buku Panduan Uang Rupiah - BI
Gambar
yang tertera diatas merupakan Uang Tidak Layak Edar menurut hasil penyeleksian
melalui Mesin Sortasi Uang Kertas, yang merupakan termasuk dalam tingkat
7.
Gambar 5 Ilustrasi Rupiah Layak Edar dan Tidak Layak Edar Rp 10.000
Sumber : Buku Panduan Uang Rupiah - BI
Gambar 6 Ilustrasi Rupiah Layak Edar dan Tidak Layak Edar Rp 5.000
Sumber
: Buku Panduan Uang Rupiah - BI
Sumber : Buku Panduan Uang Rupiah - BI
Gambar 8 Ilustrasi Rupiah Layak Edar dan Tidak Layak Edar Rp 2000
Sumber
: Buku Panduan Uang Rupiah - BI
Gambar yang tertera diatas merupakan Uang Tidak Layak Edar menurut hasil penyeleksian melalui Mesin Sortasi Uang Kertas, yang merupakan termasuk dalam tingkat 7.
2.5 Uang Tidak Layak yang Beredar
Kantor BI Purwokerto, selama semester I di tahun 2012, menerima uang tidak layak edar sebesar Rp 811,11 milliar. Uang tidak layak edar yang ditemukan dengan kriteria lusuh, dicoret-coret, dan ukuran yang sudah tidak sesuai bila dicek dengan mesin standar uang. Selain itu, juga masih banyak masyarakat yang mensteples uang, padahal hal itu menyebabkan uang menjadi rusak dan tidak layak edar. Selain uang tidak layak edar, juga ditemukan uang palsu sebanyak 1584 lembar dengan nominal Rp 132,82 juta. Pecahan paling banyak 100.000 sejumlah 1.130 lembar.
(Sumber
: www.suaramerdeka.com ; 22 November 2012)
Jakata : Selama 10 bulan terakhir ditahun 2012 telah memusnahkan uang kartal senilai Rp 42,4 trilliun karena dinilai sudah tidak layak edar. Uang kartal tidak layak edar yang dimusnahkan itu berasal dari berbagai pecahan yang mencapai 3,1 milliar bilyet uang. Sementara itu, terkait temuan uang palsu selama Januari-September 2013 telah mencapai sebanyak 10.731 lembar, dengan nominal yang dimiripkan mencapai sebesar Rp11,8 milliar.
(Sumber
: www.bisnisindonesia.com ; 20 November 2012)
Kepala Departemen Pengedaran Uang Bank Indonesia, Lambok Antonius Siahaan menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2012, Bank Indonesia memusnahkan uang tidak layak edar senilai Rp 2,4 triliun, dengan jumlah uangnya 345,4 juta lembar. Uang tak layak edar setiap tahunnya terus meningkat, namun masyarakat diminta untuk sadar menggunakan uang dengan sebaik-baiknya, agar tingkat kerusakan uang bisa diminimalisir. Bapak Lambok mengatakan, masyarakat dihimbau untuk memperlakukan uang dengan baik karena biaya pencetakan uang tergolong mahal.
(Sumber
: www.tribunjogja.com ; 6 Februari 2013)
2.6 Uang yang Beredar di Jepang
Lain halnya dengan keadaan uang di Jepang. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia, namun masyarakat di Jepang masih menyukai menggunakan uang kas, dari pada uang kredit/e-money. Dibandingkan negara maju lainnya seperti, Amerika, Eropa atau Inggris, angka peredaran uang kas di Jepang masih paling tinggi.
Sulit sekali untuk menemukan uang tidak layak edar di Jepang. Bahkan uang yang di dapat dari pasar ikan sekalipun, uangnya masih bersih dan lurus.
Menjaga kualitas dan kelayakan uang memang menjadi tugas dari bank sentral. Namun, dalam pelaksanaannya, budaya dan perilaku keseharian masyarakat turut mendukung dan memiliki peran yang penting. Di Jepang, masyarakatnya sangat mencintai keindahan dan kebersihan. Mereka jarang sekali melipat-lipat uang kertas, karena takut merusak keindahannya.
Budaya menghargai keindahan itu tercermin pula di setiap aspek kehidupan masyarakat Jepang serba rapih dan teratur. Kultur tersebut ternyata berdampak positif terhadap keadaan Yen di Jepang.
(Sumber
: junantoherdiawan.com)
Tidak
ada salahnya jika masyarakat Indonesia dapat meniru perilaku
yang baik tersebut dari negara Jepang. Menghargai keindahan dan kebersihan
dari hal-hal yang sepele namun memiliki dampak yang besar, seperti halnya
menjaga keindahan dan kebersihan uang. Tidak dapat dipungkiri bahwa
keadaan fisik sebuah uang di suatu negara mencerminkan kualitas masyarakatnya.
Oleh karena itu, salah satu tujuan dari presentasi ini adalah melakukan
edukasi agar mulai dari diri kita sendiri, mulai dari sekarang
dan mulai dari hal kecil seperti memperlakukan uang Rupiah dengan baik
sehingga secara kolektif masyarakat Indonesia mempunyai perilaku yang
baik, menghargai keindahan dan kebersihan uang.
2.7
Analisa SWOT
Strenght (Kekuatan) :
Weakness (Kelemahan):
Opportunities (Peluang) :
Threat (Ancaman):
2.8
Target Audience
Target audience
untuk animasi edukasi ini ditujukan kepada semua kalangan masyarakat,
namun lebih dikhususkan kepada usia 8 - 13 Tahun
All Rights Reserved Powered by Free Document Search and Download
Copyright © 2011